Salman Web

20 Tahun Tinggal di Bandung, Baru Nyadar Banyak Juga yang Berubah

Gedung Sate

Foto Gedung Sate oleh Rahmatdenas, CC BY-SA 4.0 Wikipedia

Bandung selalu punya cara membuat orang betah. Sejak kecil, kota ini sudah menjadi rumah yang nyaman bagiku. Udaranya sejuk, pepohonan di pusat kota memberi rasa teduh, sementara di pinggiran suasananya lebih tenteram. Menurutku, cuaca dan atmosfernya membuat Bandung layak disebut kota yang nyaman ditinggali. Rasanya tidak pernah berubah.

Nah, “tidak pernah berubah” itu yang kadang membuatku iri dengan Jakarta. Di sana, semuanya terlihat serba canggih: transportasi yang cukup tempel kartu, banyak jalan tol, sampai mal-mal mewah. Pertama kali aku ke Jakarta, rasanya semua serba modern.

Perbandingan itu membuatku merasa Bandung stagnan. Armada angkot masih itu-itu saja, halte bus tidak bertambah, bahkan jumlah bola di Gedung Sate pun tetap sama.

Rasa iri dan insecure terhadap Jakarta jarang sekali kuungkapkan. Tapi, kadang aku keceplosan mengeluh atau membandingkan kota itu dengan Bandung yang, menurutku, agak kurang canggih.

Sampai akhirnya guru geografi memberiku tugas menuliskan perubahan Bandung dalam 20 tahun terakhir. Saat mencari data, aku justru kaget sekaligus kagum. Ternyata ada banyak perubahan besar yang sudah terjadi tanpa kusadari, dan semua itu masih kita manfaatkan sampai sekarang.

Karena itu, hari ini aku ingin membahas Bandung dua dekade terakhir dari sisi jumlah penduduk, fasilitas, dan kepemimpinan. Dari ketiga hal ini, kita bisa lihat betapa Bandung terus berkembang meski tidak selalu terasa cepat.

Pertumbuhan Wajah Kota

Penduduk Lewat

Penduduk kota sedang santai berjalan. Foto oleh Irwan Zahuri, Pexels

Tahun 2005, jumlah penduduk Bandung tercatat 2,3 juta jiwa. 19 tahun kemudian, pada 2024, jumlahnya naik menjadi 2,59 juta jiwa. Kalau dihitung, pertumbuhannya sekitar 12,6%. Naah, buat yang dari dulu susah cari jodoh, kabar baiknya peluang kamu bertambah 12,6% nih* (*syarat dan takdir berlaku).

Selain jumlah penduduk, pemimpin kota juga berganti-ganti. Mulai dari Dada Rosada dengan wakilnya, lalu era Ridwan Kamil yang penuh ide kreatif, dilanjutkan Oded Muhammad Danial dan Yana Mulyana, hingga kini Muhammad Farhan untuk periode 2025–2030.

Ridwal Kamil. Foto oleh CNBC

Ridwan Kamil, Walikota kami yang kocak dijamannya. Foto oleh CNBC

Menurutku, wali kota paling berkesan adalah Ridwan Kamil. Terlepas dari kasus yang sedang menjeratnya, beliau dulu terkenal lucu dan aktif di media sosial. Candaan Sunda yang beliau bagikan terasa relate dengan warga Bandung. Sampai sekarang, belum ada lagi wali kota yang seinteraktif itu.

Jejak Pembangunan Ikonik

Jalan Layang Pasupati

Jalan Layang Pasupati

Jalan terpanjang kedua se-indonesia! Foto oleh d10n2000 dari Flickr

Warga Bandung pasti sudah familiar dengan Jalan Layang Pasupati. Proyek ini dimulai pada 1998 dan selesai 2005, dengan biaya Rp437 miliar dari pinjaman Pemerintah Kuwait. Pembangunan sempat terhenti pada 2003 karena konflik politik di Timur Tengah, sebelum akhirnya diresmikan Presiden SBY pada 2005. Fun fact: Jalan Pasupati adalah jembatan layang terpanjang kedua di Indonesia setelah Suramadu! Aku sendiri sering melintas di sana ketika keluar dari Tol Pasteur. Pemandangannya biasa saja, tapi rasanya menyenangkan bisa melihat deretan bangunan di bawahnya.

Trans Metro Bandung

TMB

Tidak hanya budiman yang warna biru. Foto oleh Sumberjaya2014, Wikipedia

Masih di era Dada Rosada, tahun 2009 hadir Trans Metro Bandung. Transportasi massal ini jadi langkah awal menuju sistem angkutan umum yang lebih modern dan tertata. Aku pernah mencobanya dari IKEA ke Antapani. Pembayaran sudah bisa pakai QRIS dan kartu e-money. Walaupun armadanya belum banyak, rasanya cukup membanggakan Bandung punya transportasi umum seperti ini.

Bandros (Bandung Tour on Bus)

Bandros & Makanannya

Mirip kan? Yang satu edible, yang satu lagi enjoyable. Foto Bus Bandros oleh Yudha Permana, Kue Bandros oleh D.W. Fisher-Freberg, Wikipedia

Memasuki era Ridwan Kamil, sentuhan kreativitas makin terasa. Pada 2014, lahirlah Bandros (Bandung Tour on Bus), bus wisata bergaya jadul dengan warna estetik. Namanya lucu karena diambil dari makanan tradisional Sunda. Aku sendiri belum pernah naik Bandros, tapi sering melihatnya melintas penuh wisatawan. Tour guide biasanya menjelaskan lokasi sambil bercanda, dan melihat itu saja sudah bikin senang.

Jalan Layang Kopo

Jalan Layang Kopo

Solusi bagi yang mau di jalan yang lurus. Foto oleh Detik News

Lalu, di kawasan selatan muncul proyek besar lain: Jalan Layang Kopo. Pembangunannya berlangsung dari November 2020 hingga September 2022. Biayanya mencapai Rp288,76 miliar dari SBSN (2020–2022) ditambah Rp141,44 miliar untuk pembebasan lahan dari APBD Jawa Barat (2014–2021). Saat itu wali kota dijabat Oded Muhammad Danial, kemudian diteruskan Yana Mulyana. Kehadiran jalan layang ini menjawab keluhan macet panjang di jalur Kopo. Aku pun ikut merasakan manfaatnya. Saat berangkat latihan silat, jalur jadi lebih lancar tanpa harus rebutan jalan dengan kendaraan lain.

Whoosh (Kereta Cepat Indonesia-Cina)

KCIC

KCIC, baru ngedip udah sampe cuy. Foto oleh Muhammad Bintang Nurandi Putra, Wikipedia

Dan terakhir, proyek yang paling menyita perhatian tentu saja Kereta Cepat Jakarta–Bandung. Pembangunannya dimulai 2016 melalui kerja sama pemerintah pusat dan Tiongkok. Setelah berbagai tantangan, akhirnya rampung dan diresmikan Presiden Jokowi pada 2023. Dengan kecepatan rata-rata 350 km/jam, Bandung–Jakarta kini bisa ditempuh kurang dari satu jam. Aku ingat betul saat awal peresmian. Kami sekeluarga begadang sampai tengah malam demi “ngewar” tiket KCIC. Sayangnya, info pendaftaran hari itu ternyata hoaks.


Meskipun perubahan di Bandung terkesan lambat, nyatanya progres itu ada. Setiap kota punya ritme perubahan masing-masing: ada yang cepat, ada yang lambat. Yang penting, kita membandingkan Bandung sekarang dengan Bandung masa lalu, bukan dengan kota lain.

Kalau menurut kalian, fasilitas apa di kotamu yang paling bikin bersyukur?

Infografis

Infografis oleh Salman

#indonesia